Friday, September 19, 2014

Sepatu Cinderela Nakula



Malam itu adalah seperti malam biasa. Sama halnya dengan malam yang kemarin, atau kemarinnya lagi. Seperti biasa, manusia-manusia itu berbaris rapih. Mengikuti seremonial malam apel di asrama itu. Sungguh malam itu berjalan biasa. seperti hari-hari biasanya. Penuh penghayatan.
Namun semua itu berubah, saat seseorang menyebut-nyebut namaku. Memanggilku dan meletakkanku pada kursi panas. Panas sekali. Mereka semua memandang tajam. Sementara aku mengecil dan semakin kerdil dengan mata-mata dibelakang tengkuk ku yang terus menodong.

Aku sendiri semakin bingung. Adakah terselip kesalahan yang sampai aku sendiri tak sadar akan itu. Adakah coretan yang membuatku berada pada kursi panas ini. Ah, sungguh panas sekali. Jantungku semakin kencang saja berpacu. Bulir keringat mulai mengumpal, melelh di kening dan leherku.
"Apa saja yang Kau lakukan hari ini?"
"Apakah bisa Kau banggakan?"
Bertubi-tubi pertanyaan sulit ditembakkan ke arahku.
sedang aku hanya diam. Tak bisa menjawab akan pertanyaan mematikan itu. Megap-megap.

Sebuah kotak hitam berbaju kain sarung disodorkan lurah padaku. "Ini amanah"
Kubuka perlahan-lahan, dan ternyata.. Meledak!! Sungguh hatiku meledak-ledak, seperti gunung dengan lahar yang meletup-letup. Seketika mulut tak mampu digoyang, diam. Tak sanggup lagi merangkai kata.

Sebuah sepatu hitam mengkilat. Lebih hitam dari kulitku. Dikenakannya pada kakiku yang kurus itu. Persis adegan-adegan cinderela yang sering orang tua ceritakan pada anak-anaknya.
Semoga kaki ini bisa membersamai sepatu itu dalam jalan yang diridhoi Allah. membawa sepatu itu dalam memperjuangkan Agama Allah, juga tanah air tercinta ini.

Sungguh aku tak pandai bersilat lidah, aku hanya merasa pedalamanku teramat sejuk akan kata cinta yang tak pernah terucap, tapi nyata akan makna. Semoga aku bisa membalas semua kebaikan dan ketulusan teman-teman sekalian. Dengan tanganku, dengan kakiku.

SUngguh betapa JAHATnya kalian yang tiada hentinya menarik ulur hati ini. Tiada KEJAHATAN yang bisa kulakukan untuk membalas semua itu.
Sungguh, aku mengambil banyak pelajaran di rumah oranye ini. Aku belajar menganai arti kata sederhana, "keluarga".

Yah, keluarga tidak selalu harus terpaut darah. Melainkan terpaut akan hati. Semoga doa yang terselip dalam sepatu cinderella ini benar-benar tiada yang meleset. Karena Allah Maha Melihat lagi Maha Mengetahui.

Terucap cinta dariku.
butiran debu yang berjuang menjadi intan.